Nasi Lemak Andalan Survival di Changi

IMG-20141203-00375Pagi-pagi, bandara Changi sudah ramai dengan calon penumpang yang hilir mudik. Inilah saatnya berburu pengisi perut untuk survival. Bila dulu mereka mengunyah honje dan memasang perangkap di kaki gunung, kini segera memburu kios Kopitiam atau foodcourt untuk menyikat nasi lemak yaitu nasi uduk dengan lauk hanya-dan hanya- ikan asin.

 

“..da sambelna ngeunah,” Bar beralasan.

“..sesuai jeung lidah Malayu..,” Bobi juga membenarkan.

“..jeung paling murah we,” ujar Dunga akhirnya berterus terang.

Hehehe..memang inilah alasan sesungguhnya, harga nasi lemak ini SGD 2,5 memang mahal untuk ukuran warung bu Tunduh tapi masih termasuk hidangan paling murah dan -terutama- mengenyangkan diantara menu sarapan yang lain. Tak heran cepat habis bila tak segera diamankan dari survivor yang  lain.

“Buru bisi kaburu beak ku urang Indihe,” ujar Dudung waspada mengingatkan.

Minumnya bagaimana? Oh, gratis tak perlu bayar karena mereka selalu membawa botol kosong dari Bandung, untuk diisi air minum yang berkelimpahan di Changi. Tak lupa membawa gelas kosong untuk ngopi dari kopi sachet yang dibawa. Air panasnya memang disediakan?

“Aya sumber air panas di Terminal 1,” bisik Bar. Rupanya ia telah resection kesana, tepatnya di ruang baby care. Jadi bila ingin ngopi, mereka sedikit merapat ke ruangan baby care.

“Urang tadi tiditu, kosong euweuh caina,” gerutu Bais suatu saat. Yah apa boleh buat kalo begitu, tak ada kopi untuk hari ini.